Sabtu, 06 Februari 2010

PAJEKO

Kata ”pajeko” untuk pertama kali dikenal dan digunakan oleh masyarakat petani sawah di Minahasa. Tidak diketahui persis kata ini berasal dari daerah mana. Yang pasti para petani penggarap sawah di tanah Minahasa sudah lebih dulu menggunakannya untuk sebutan yang menunjuk pada nama sebuah mesin pembajak sawah. Sebagaimana fungsinya, mesin pajeko itu mempunyai kemampuan untuk membongkar tanah dan mencabut akar-akar yang sulit dibongkar dengan menggunakan cangkul. Ketika pajeko dipakai petani sebagai teknologi modern pengganti cangkul, maka sejak saat itu petani yang memiliki luas garapan sawah yang besar semakin menggrandungi peralatan modern itu. Sementara petani kecil lainnya masih eksis dengan cangkul. Otomatis produktivitas pertanian petani besar terus melejit dan petani-petani lainnya yang menggunakan cangkul masih tetap pada kondisi seperti sedia kala.

Pada tahun 1990-an waktu produksi padi di seantero tanah Minahasa meningkat, kebutuhan tenaga kerja di bidang pertanian pun mengalami peningkatan. Orang-orang yang bertempat tinggal di pesisir pantai Manado dan sekitarnya pergi ke tanah Minahasa (gunung) untuk bekerja sebagai buruh upahan. Mereka mempelajari semua cara bercocok tanam, termasuk yang bersentuhan dengan fungsi pajeko. Dalam perkembangannya kemudian, di kalangan orang Minahasa kata pajeko ini tidak sekedar menjelaskan makna ”pembajakan” dalam bidang pertanian saja. Orang Minahasa seperti juga daerah-daerah lain di sekitarnya, mempunyai kebiasaan verbal yang kadang-kadang memperluas atau mempersempit makna suatu objek tertentu. Misalnya untuk menyebut seseorang yang sudah pergi dari tempatnya atau pulang ke rumahnya, mestinya dengan sebutan baku yaitu: ”so pulang” atau ”so pigi” oleh mereka diganti dengan ”so bacabu”, arti harafianya adalah ”sudah mencabut” tetapi maknanya dapat dimengerti sebagai makna baku tadi. Seolah-olah setiap tindakan manusia selalu bercorak cocok tanam atau cabut, tanam, bajak dan sebagainya. Tak pelak, kebiasaan verbal dalam komunikasi lokal itu terjadi pula dalam penyebutan pajeko. Orang-orang pesisir yang tadinya bekerja di sektor pertanian, ketika hendak kembali ke pesisir dan menemukan jenis alat produksi yang berfungsi serupa dengan pajeko, mereka pun menyebut mesin itu sebagai ”pajeko”.

Soma Pajeko adalah pukat cincin yaitu alat penangkap ikan yang dikenal di Sulawesi Utara.(Lomendehe, 2001) dalam judul skripsinya “Studi Perbandingan Efesiensi Teknis Beberapa Alat Penangkap Ikan Pukat Cincin di Kelurahan Tarorane Kecamatan Siau Timur Kabupaten Sangihe Talaud. Penelitiannya bertujuan untuk mengetahui kelajuan penggunaan soma pajeko dibanding alat lain. Pajeko memiliki tingkat kelajuan yang sangat tinggi dibanding dengan alat-alat lain sejenis. Luasunaung, (2003) mengatakan ”soma pajeko” adalah small pure seine yang digunakan oleh nelayan di Sulawesi Utara untuk menangkap ikan pelagis yaitu: ikan malalugis (decapterus spp), kembung (rastrelliger spp), lemuru (sardinella lamuru) dan cumi-cumi (loligo spp). Berdasarkan buku identifikasi ikan dari FOA tahun 1996, di Sulawesi Utara ditemukan paling kurang 4 spesies ikan layang atau malalugis yaitu: malalugis abu-abu, (Decapterus macrosoma); malalugis biru (Decapterus macarellus); malalugis pasir, (Decapterus ruselli) dan malalugis anggur (Decapterus kurroides).

PT Bitung Sarana Mulia (2008) menyebutkan pajeko sebagai “pure seine” yaitu alat tangkap yang dalam bahasa lokal disebut “soma pajeko” berukuran lebar 400 meter dan panjang (kedalaman) 150 meter. Kapalnya disebut sebagai “kapal pajeko” yang beroperasi sejauh 80 mil dari daratan. Soma pajeko dapat menangkap jenis ikan pelagis (permukaan) dalam beberapa macam yaitu: ikan lemuru, deho, cumi-cumi dan malalugis (decapterus) yang dijadikan umpan untuk menangkap ikan tuna. Untuk kebutuhan eksport, target penangkapan nelayan dengan menggunakan soma pajeko adalah menangkap ikan malalugis biru (decapterus macarellus) karena minat pasar luar negeri tergolong tinggi. Di perairan Manado, terdapat empat spesies malalugis yaitu: malalugis biru (decapterus macarellus) yang paling dominan, malalugis abu-abu (decapterus macrosoma), malalugis pasir (decapterus russeli) dan malalugis anggur (decapterus kurroides).

Tidak ada komentar: