Sabtu, 06 Februari 2010

BENDERA MERAH PUTIH PERTAMA DI SIAU

Kukisahkan kembali sebuah kisah lama yang kini baru diperdengarkan kepada semua, tentang pertanyaan dimanakah MERAH PUTIH SIAU berada kini? Cerita ini diceritakan oleh orangtua rohaniku sebagai pelaku utama yang menyimpan bendera itu.

Seorang pemuda aktivis gereja dari golongan KGPM di sebuah dusun kecil bernama Sanumpito, menikah dengan gadis tegar dari desa yang merupakan induknya yaitu desa Laghaeng. Pemuda tangguh berbadan kekar itu adalah Zeth Kaaro. Sedang gadis cantik itu dikenal bernama Mietje Franst. Mereka resmi menjadi pasangan suami isteri sejak lebih dari 10 tahun sebelum Peristiwa Merah Putih terjadi di Peling.

Saat itu nun jauh di pulau Jawa sedang bergelora berbagai pergerakkan kaum pribumi menentang setiap kebijakan Belanda. Hingga tibalah kembali Belanda diboncengi NICA dan beberapa waktu sempat menancapkan bedil mengaktualisasikan diri mereka sebagai bangsa penjajah.

Semangat pemuda Siau kreatif yg memberanikan diri untuk melakukan gerakan patriotik, menunjukkan kepada pihak asing baik NICA maupun Belanda, bahwa pemilik tanah air ini adalah bangsa Indonesia. Sekurang-kurangnya para pemuda itu telah berani mengatakan: "Kami adalah tuan tanah di Sanumpito, Peling, Laghaeng, Batusenggo, Paniki, Paseng dan di semua tempat di seantero pulau Siau".

Beberapa pemuda/pemudi telah berkumpul merencakan gerakan yang tak berani dilakukan awam. Mereka hanya ikut menggelorakan semangat jiwa muda yang sedang menggelora. Diputuskanlah MERAH PUTIH harus tegak. Berdiri dan berkibar di halaman rumah Kansil di Peling.

Di dada mereka membara nasionalisme, etnisime, siauisme, pelingisme, kansilisme, telah membuktikan kepada pemuda-pemudi Sitaro untuk tetap tegar berdiri dan tetap berkibar sepanjang masa. Semakin kencang angin tantangan dan hambatan, semakin kuatlah tiang-tiang bendera makin kencang ombak-ombak kibaran dan semakin kokohlah tanah airmu.

Setelah bendera berhasil dinaikkan, berita surprise itu segera mengegerkan otak Belanda dan NICA, lalu mereka menangkap beberapa pemuda digiring ke sel tahanan. Zeth Kaaro dan isterinya diberikan mandat oleh pimpinan gerakkan untuk mengamankan bendera bersejarah itu. Dengan kelihaiannya bersembunyi dan kemampuan menjaga rahasia dan amanat pimpinan, Zeth dan Mietje membungkus bendera itu kedalam kantong plastik di dalam gua di dekat Sanumpito. Bendera itu diambil kemudian setelah 2 minggu lamanya disembunyikan. Para pemuda yang ditangkap pun akhirnya dilepaskan kembali karena tidak cukup kuat bukti bagi Belanda untukl memberatkan pemuda/i melakukan gerakan dimaksud.

Hingga kini, merah putih bersejarah itu berada di tangan kami anak cucu pemimpin gerakan Merah Putih Sitaro.



Dirno Kaghoo berpose dengan bendera asli yang diserahkan oleh Zeth Kaaro sebagai orang tua rohaninya di depan Monumen Merah Putih di Kampung Peling (tempat bendera dikibarkan).

Tidak ada komentar: