Minggu, 15 April 2012

AKU YANG BERCINTA, ORANG LAIN YANG MEMILIKI (Kontraktor Sitaro Korban Sistem)

Jangan salah sangka atau cepat berburuk sangka dengan para kontraktor yang selama ini telah bekerja dalam sistem yang korup. Para kontraktor adalah warga atau pi...hak lain yang bukan warga Sitaro yang dengan sadar sedang berusaha bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti lazimnya profesi lain seperti dosen, guru, pengacara, polisi, hakim, wartawan, petani, nelayan, pedagang, dsb. Lahan yang menjadi garapan kontraktor adalah paket-paket proyek yang terdapat dalam sistem dan tata kelola kegiatan-kegiatan pembangunan yang bersumber dari dana Negara (APBD). Yang menjadi masalah utama adalah jika kita tidak berprofesi sebagai kontraktor lalu bertindak menjadi kontraktor. Artinya, kita telah berusaha mencari lebih dengan cara yang tidak etis. Gampang sekali menjadi penjahat (koruptor).

APBD terdiri dari tiga komponen sebagai sumbernya, yaitu: 1) Bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), 2) Bersumber dari APBN yang disebut sebagai Dana Perimbangan, dan 3) Bersumber dari usaha daerah lain-lain. Sumber dari PAD berasal dari pembayaran pajak-pajak dan pembayaran retribusi. Sumber APBN atau Dana Perimbangan terdiri dari tiga bentuk yakni Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Bagi Hasil. Baik DAK maupun DAU semuanya jelas aturannya. Pemerintah Daerah tidak boleh melakukan lobby sehingga tidak ada biaya untuk lobby. Kecuali Dana Bagi Hasil ini masih bisa dilakukan lobby oleh bupati atau pemerintah daerah.

Para kontraktor di Sitaro gampang ditipu oleh politisi yang memegang kekuasaan. Penguasa seringkali berdalih bahwa untuk mendapatkan banyak proyek ke Sitaro, maka syaratnya setiap kontraktor harus menjadi mitra pemerintah (baca: penguasa). Dengan liciknya kemudian mereka (penguasa) mengharuskan adanya pungutan dalam bentuk uang muka ketika item proyek itu berada dalam RANCANGAN APBD dan hendak di APBDkan. Pada kesempatan ini mereka berjanji kepada kontraktor bahwa item-item yang sudah mereka bayar akan menjadi bagian yang akan mereka kerjakan. Padahal sesungguhnya kontraktor diwajibkan oleh negara hanya untuk membayar pajak yaitu PPH dan PPN yang totalnya bisa 12% sampai 15% dari total pagu.

Yang menjadi lahan garapan para kontraktor di daerah adalah kegiatan-kegiatan pembangunan yang bersumber dari APBN atau Dana Perimbangan. Semua prosedur dalam kegiatan-kegiatan pembangunan yang bersumber dari DAK dan DAU ini sudah diatur oleh peraturan pemerintah sehingga tidak ada lagi potongan biaya lain-lain selain kewajiban membayar pajak apalagi kewajiban membayar fee atau uang muka atau uang untuk loby proyek ke pusat. Semua sudah diatur. Melanggar aturan berarti melakukan korupsi.

Kenyataannya di Sitaro lain. Pelaksanaan pekerjaan proyek dengan hasil buruk bukan penyebab masalah, tetapi sebagai akibatnya. Inti masalah adalah pada dana yang tidak cukup membiayai pekerjaan proyek pembangunan dengan kualitas baik. Mengapa? Karena sejak item proyek masih belum berbentuk proyek beneran dalam APBD, sudah terlebih dahulu dipungut biaya. Setelah proyek hendak ditenderkan, maka si kontraktor yang sudah membayar uang mukanya itu harus kerja keras mengawal item yang sudah dibayarnya itu supaya lolos, jika terjadi sedikit kesalahan pada dokumen lelang, maka bisa saja si pembayar item proyek itu tidak berhasil memenangkan item yang sudah dibayarnya tadi. Disinilah seringkali para kontraktor mengamuk kepada panitia, penguasa dan merepotkan bupati selaku pemerintah. Tetapi semua akan menjadi redah manakala pemenang proyek dari yang belum membayar uang muka tadi kemudian mengganti biaya itu kepada pembayar uang muka pertama. Ibarat aku yang bercinta tetapi orang yang memiliki.

Bagi yang aman dan dinyatakan lolos, dia akan dituntut pada akhir pekerjaannya untuk membayar fee 10 sampai 15% lagi kepada penguasa. Derita itu seakan tiada akhir. Dengan demikian total seluruh dana yang dipotong adalah minimal 22% dan maksimal 30%. Jika 20% kontraktor mengambil keuntungan dari hasil kerjanya, maka pekerjaan proyek tersebut hanya akan selesai dengan biaya 50% dari total pagu. Artinya, jika kontraktor dimintakan menyelesaikan proyek jalan sepanjang 1 kilometer, maka yang harus terealisasi hanya 500 meter. Trik lainnya adalah menyelesaikan 1 kilometer dengan daya tahan bangunan selama 10 tahun, dikonstruksikan hanya untuk ketahanan 5 tahun. Pada scenario terakhir ini, rakyatlah yang dirugikan. Laste, Negara bangkrut. The End.