Kamis, 02 Februari 2012

PERUBAHAN STRUKTUR SOSIAL MASYARAKAT SITARO


D. Brilman (2000) mengelompokkan struktur masyarakat Siau pada masa kerajaan (abad 15 sampai abad 18) menjadi 4 kelompok, yakni:
  1. Kelompok Bangsawan yaitu raja dan para jogugu. Raja merupakan pemegang kekuasaan tertinggi yang didampingi oleh Komolang Bobatung Datu yaitu kelompok setingkat raja dengan peran memberi arahan kepada raja dalam pengambilan keputusan kerajaan. Termasuk dalam kelompok bangsawan juga adalah elit lokal pada bagian-bagian kecil semacam kecamatan dan desa yang dipimpin oleh wahani atau sangaji  serta pemimpin-pemimpin kecil yang disebut kapitalau  dan di tingkat lindongan (semacam lingkungan) oleh seorang mayore labo. Sedangkan proses yudikatif dijalankan oleh seorang hukung mayore yang berfungsi sebagai hakim. Tetapi raja dan para jogugu bertindak sebagai anggota ketika proses penegakan keadilan dilangsungkan atas kearifan seorang hukung mayore, meskipun dia berada pada level terkecil dalam struktur yang luas.
  2. Kelompok warga bebas.Kelompok ini adalah mereka (atau keluarga) yang tidak pernah terhukum.
  3. Kelompok budak yang dibebaskan adalah mereka yang pernah terhukum sebelumnya tetapi telah menjalankan hukumannya dan memperoleh pembebasan dari majikan. Majikan pada umumnya adalah mereka yang tadinya berperkara dengan orang yang terhukum, sehingga yang terhukum dan keturunannya harus menjadi budak sepanjang hidup mereka 
  4. Kelompok budak. Kelompok ini adalah mereka (keluarga dan keturunannya) yang telah terhukum.
Dari uraian Brilman di atas, 4 faksi dapat diperas lagi menjadi 3 kelas sosial, yaitu: 1) Kelas bangsawan, 2) Kelas warga bebas dan 3) Kelas budak. Dengan sistem pemerintahan dan kontrol sosial yang ketat seperti ini, maka kehidupan bermasyarakat berlangsung damai dan sangat tertib meskipun strukturnya demikian kompleks. Karena sanksi sosialnya sangat kuat, sehingga konflik dapat tereliminasi. Kondisi ini tentunya berbeda dengan penyelenggaraan sistem pemerintahan dan sistem hukum di tempat dan waktu yang lain.

Karl Heinrich Marx (5 May 1818 – 14 March 1883) mengatakan masyarakat Eropa pada abad 18 terbagi menjadi 2 kelas sosial, yaitu:
  1. Kelas Borjuis yang terdiri dari kelompok pemilik tanah yang umumnya adalah bangsawan dan kroni-kroninya yang dihadiahi tanah oleh kalangan istana serta elit-elit gereja yang merupakan sekutunya.
  2. Kelas Proletar yaitu rakyat jelata, baik mereka yang merdeka maupun para budak atau kelompok pekerja. 
Kelompok borjuis menjadi pengumpul kapital (materi/uang) yang menguasai mesin produksi dan alat produksi (tanah) sedangkan rakyat jelata menguasai tenaga kerja. Revolusi tak terhindarkan ketika kesenjangan ekonomi antara proletar dan borjuis semakin melebar, si borjuis menjadi semakin kaya sedangkan si proletar menjadi semakin miskin.   
 Saya mengamati sekarang ini struktur masyarakat Siau pada masa otonomi daerah menjadi 5 kelompok, yakni:
  1. Kelompok Politisi dan Pengusaha. Kelompok ini kini menjadi penguasa, merumuskan kebijakan-kebijakan dan arah pembangunan daerah. Kelompok ini mengumpulkan modal (kapital) dan sebagian menguasai tanah dalam skala yang besar.  
  2. Kelompok Birokrasi, Gereja dan Adat. Kelompok ini kini menjadi instrumen pendukung Kelompok Penguasa tetapi memiliki interaksi yang sangat erat dengan kelompok paling rendah dalam strata sosial.  
  3. Kelompok Diaspora. Kelompok ini terdiri dari kelompok pelaut dan sanak saudara yang berada di luar daerah mempunyai interaksi yang lemah dengan semua strata sosial karena tidak selalu berada dalam realitas kebersamaan.
  4. Kelompok Petani. Kelompok ini adalah mereka (keluarga) pemilik tanah yang aktivitas sosial ekonominya dikendalikan oleh kebijakan penguasa (pemerintah).
  5. Kelompok Buruh. Kelompok ini adalah mereka yang tidak memiliki tanah baik warga pribumi yang tidak dapat membagikan tanahnya ke satuan-satuan yang kecil sehingga harus menjual tanah mereka kepada kelompok pengusaha maupun mereka yang bukan pribumi atau pedagang-pedagang kecil yang mengadu peruntungan mereka.  
Saya tidak banyak mengulas bagaimana interaksi sosial berlangsung secara vertikal maupun horisontal. Saya hanya mengingatkan bahwa sebuah sistem (mekanis ataupun organis) dengan rentang kendalinya akan sangat mempengaruhi integrasi suatu masyarakat sebagai  kesatuan hukum. Jangan percaya pada angka-angka pertumbuhan ekonomi makro, tetapi resapi dan maknai lingkungan sekitar. Lihat apakah ada saudara kita yang lapar dan tolonglah mereka. Tahukah anda, semakin besar pengelompokan (faksi) dalam struktur sosial, maka semakin lebar kesenjangan dan semakin tinggi potensi konflik sosial baik vertikal maupun horisontal?