Sabtu, 08 Oktober 2011

PENGECER BENSIN "ANAK HARAM" PERTAMINA

Eksistensi pengecer bensin yang berjualan di banyak jalan Kota Manado dipandang sekadar dampak dari kinerja Pertamina. Tanggapan ini untuk menanggapi sikap Pertamina, sebagaimana sikap dari Irwansyah, Manager Pemasaran Pertamina Wilayah VII, yang cenderung sinis terhadap para pengecer itu sebagaimana banyak dilansir media cetak di kota Manado.


Kontribusi paling besar dari menjamurnya para pengecer itu adalah akibat dari macetnya pemasokan BBM ke 15 SPBU di Kota Manado, yaitu terkait dengan minimnya jumlah BBM yang dipasok, maupun waktu pasokan yang tidak serempak.  Logika yang dipakai Pemkot Manado, Pertamina dan Polda yang menuduh para pengecer sebagai biang kelangkaan BBM. Dari kajian di lapangan, justru sebaliknya para pengecer itu muncul dan bertumbuh subur karena kelangkaan BBM oleh pihak Pertamina. Pada saat BBM dipasok dengan jumlah memadai, tepat waktu dan ada terus menerus di SPBU, maka para pengecer akan turun aktivitas penjualannya secara signifikan. Para pengecer turun omset penjualannya lebih dari 50 persen.

Penjualan BBM di beberapa depot eceran di Tuminting, Maasing, Bailang dan Buha, turun dari yang biasanya 100-200 liter sebelum lebaran, menjadi hanya 50-70 liter saja pada 6 hari sekitar lebaran, yaitu dua hari sebelum lebaran, dua hari lebaran dan dua hari sesudah lebaran. Itu jelas terkait dengan banyaknya pasokan BBM di SPBU Tuminting kala itu karena kebijakan penaikan jumlah pasokan BBM oleh Pertamina jelang lebaran.

Jika pasokan BBM ke semua SPBU di Manado diberikan secara memadai, terus menerus dan tersedia sembarang waktu selama sebulan saja, lebih dari 50 persen usaha eceran di jalan-jalan otomatis ditutup oleh pelaku usahanya, karena pendapatan tidak menggiurkan lagi.  Yang duluan gulung tikar adalah pengecer yang usahanya tunggal eceran BBM, sedang yang akan bertahan adalah para pengecer di warung-warung yang memang jauh-jauh hari sudah berusaha dan lebih efisien karena punya produk eceran lainnya.

Menanggapi strategi Pertamina yang mungkin malah akan membatasi lagi pasokan BBM ke SPBU pasca lebaran, itu justeru merupakan langkah penyuburan aktivitas para pengecer.  Aktivitas pengecer itu mendapatkan momentum pada saat terjadinya fenomena hyper-demand di tingkat konsumen, dan dijawab dengan hypo-supply oleh Pertamina. Inilah fenonema khas yang terjadi di Kota Manado.


Kebutuhan BBM di Kota Manado memang sudah meningkat jauh dari asumsi-asumsi hitungan di APBN alias sudah hyper-demand. Itu terjadi karena ada fenomena pertambahan kendaraan yang sejumlah 650 mobil dan 3000 motor per bulannya. Tetapi anehnya, Pertamina malah membatasi jumlah pasokan, karena memang pihak Pertamina harus menjaga agar pemasokan tidak melebihi batas quota yang sudah ditetapkan. Jika fenomena hyper-hypo itu terus berlangsung, usaha eceran BBM bukan saja makin subur tetapi dibutuhkan dan jelas membawa manfaat sosial bagi konsumen BBM yang tidak mendapatkan BBM di SPBU. Oleh sebab itu itu, Pertamina, Pemkot dan juga Polda tak perlu sinis apalagi bertindak represif terhadap pengecer, karena itu memang sudah hukum pasarnya begitu, apalagi tidak ada produk hukum yang melarang usaha eceran termasuk BBM, asal sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) Premium sebagaimana Peraturan Menteri ESDM No 1 Tahun 2009.

Singkatnya, para pengecer itu ibarat “anak haram” Pertamina. Boleh saja dia dianggap haram, tapi jangan lupa mereka adalah ‘anak’ yang dilahirkan secara kecelakaan oleh Pertamina.

TRUST

Elemen paling mendasar dalam kehidupan bermasyarakat yang pluralis semacam bangsa Indonesia adalah elemen KEPERCAYAAN (Trust). Ibarat jaring/jala, elemen fundamental (trust) ini adalah benang/senar yang menghubungkan simpul-simpul sehingga semua simpul-simpul itu saling berinteraksi dan berintegrasi dalam satu jaringan yang sangat kuat dan berfaedah.

Benang/senar kepercayaan antara suku-suku bangsa di Indonesia mulai usang dan lapuk sehingga gampang putus. Dalam kondisi yang gampang putus, maka jaring tidak lagi berguna. Nelayan dengan jaring yang tidak berguna ibarat Presiden dengan lembaga-lembaga tinggi negara yang sudah lapuk, usang dan tidak berfaedah.Sama halnya dengan konflik-konflik horisontal maupun aksi-aksi teroris yang sesungguhnya berakar dari kehilangan rasa percaya antar sesama warga negara.  Akibatnya adalah negara bangkrut, negara hancur.