Kamis, 18 November 2010

KEMISKINAN USA: Perang Amerika Vs American

Saya membaca sebuah artikel menarik di sebuah situs VOA (www.voanews.com) yang concern dengan permasalahan sosial di Amerika Serikat. Amrik yg katanya negara kaya dan adidaya, ternyata sepanjang tahun 2008-2009 tak berdaya menanggung beban 15% keluarga yang rawan makanan. Kerawanan ini berlangsung pada keluarga-keluarga yang tersubsisten (terpinggirkan), antara lain keluarga dengan status single parent dan para pengemis jalanan. Kondisi ini secara implisit dimanfaatkan oleh Obama ketika mencalonkan diri menjadi presiden Amrik dan alhasil, Obama menjadi presiden yang dipercaya mampu melakukan perubahan.

Fenomena kemiskinan seperti itu wajar terjadi ketika sebuah negara dipimpin oleh seseorang yang berhaluan politik "suka perang". Haluan kiri ini dimiliki oleh kelompok elit partai republik seperti Bush dan para pendahulunya yang mempunyai kebijakan sebangun, yaitu mengutamakan politik luar negeri, ketimbang mengurus urusan perut rakyatnya. Pandangan ini sangat kontradiktif dengan pandangan kaum demokrat semacam Obama yang lebih menyukai urusan pembenahan masalah-masalah dalam negerinya.

Boleh dikata, di Amrik, ada dua paham politik yang hidup dan terus menerus secara bergantian "berseteru" yaitu 1) paham internasional dengan haluan politik luar negeri; dan 2) paham nasional dengan haluan politik dalam negeri yang beroerientasi pada perbaikan kondisi ekonomi negara pasca kebijakan dan misi perang dunia selesai dilakukan. Paham pertama dipelopori oleh kelompok partai republik sedangkan kelompok kedua dipelopori oleh partai demokrat. Jadi kedua parpol tersebut melekat status yang sangat kontradiktif. Kalau kita cermat mengamati, siklus pemerintahan di negri Paman Sam itu hanya berganti pada dua aras dimaksud. Presiden terpilih dari partai republik kebijakannya dominan mengurus "perang dunia" untuk alasan stabilitas internasional dengan pengalokasian sejumlah besar anggaran pada kebutuhan persenjataan. Ketika anggaran menipis, rakyat kemudian memilih mengganti presidennya dari kelompok demokrat yang secara implisit diberikan mandat untuk membenahi ekonomi dalam negeri (popoji/dompet) yang menipis akibat perang.

Saya melihat bahwa Amerika tidak mempunyai musuh fisik setiap kali dia melakukan perang. Musuhnya adalah dirinya sendiri. Tidak ada satu negarapun yang dia takuti, selain rakyatnya sendiri. Ketika 15% American (baca: rakyat Amerika) terpuruk akibat kemiskinan dan ketahanan pangan, maka seluruh Amerika mulai berpikir panjang untuk mengganti presiden mereka.Temuan kemiskinan tahun 2008-2009 tersebut merupakan pesan moral kepada Obama untuk membenahi Amerika dengan kearifan yang dimilikinya.

Dalam hubungannya dengan Pemilu Sela, dimana Obama mengalami kekalahan, saya justru melihat sebagai sebuah gerakan politik yang dipertontonkan warga Amrik tentang keberhasilan Obama membenahi aspek-aspek yang pincang dalam sistem ekonomi politik negaranya. OLeh sebab itu rakyat Amerika ada alasan untuk mempertahankan Obama pada pemilu berikutnya. Sebab bagi AMERICAN, penguasa tidak begitu penting artinya, tetapi bagi AMERIKA yang jauh lebih penting artinya adalah perdamaian dunia.

Tidak ada komentar: