Senin, 06 September 2010

LEGISLATOR KRITIS HARUS TERIMA KRITIK

Hari ini saya membaca sebuah berita di Koran Komentar tentang tanggapan seorang legislator Sitaro, Elians Bawole yang diberitakan melakukan counter terhadap kritikan yang dilayangkan oleh Sumitro Jakobus mengatasnamakan tokoh dari Tagulandang. Saya mengenal baik Sumitro dan keluarganya sebagai orang Tagulandang yang dapat dikategorikan selama ini mengikuti dinamika pemerintahan di Sitaro sejak menjadi praktisi salah satu parpol terbesar di Sangihe hingga kabupaten Sitaro menjadi kabupaten definitif. Demikian juga dengan Elians Bawole yang sudah sejak awal saya sering membaca komentar-komentar kritisnya sejak dirinya masih berstatus mahasiswa dan menjadi aktivis di beberapa lembaga di kota Manado. Kedua putra asli Tagulandang ini memiliki daya kritis yang cukup tajam.Kini Elians menjadi salah satu wakil rakyat yang duduk di parlemen Sitaro dan memangku jabatan selaku wakil ketua yang oleh Sumitro sedang gencar-gencar dikritisi kinerja lembaga daerah yang mencatut status representatif rakyat itu.

Dalam berita tersebut Elians menyarankan agar Sumitro dapat menyampaikan kritikannya secara proporsional dan objektif. Pengakuan Elians bahwa Parlemen Sitaro sudah menunjukkan kinerjanya yang dapat dibuktikan dengan ditetapkannya berbagai Ranperda (sayang sekali Komentar tidak menelusuri Ranperda apa saja yang telah ditetapkan oleh DPRD). Kedua kata di atas, (proporsional dan objektif) memiliki makna yang bisa bias jika salah digunakan dan ditujukan pada subjek maupun objek yang kurang kompeten atau tidak kapabel.Tetapi tudingan Elians tentang Sumitro bukanlah tokoh masyarakat Tagulandang, menurut saya justru pernyataan yang tidak objektif. Saya tidak ingin masuk campur dalam urusan emosional mereka. Tetapi lantaran media adalah milik publik, maka tanggapan balik sebagai respon Elians terhadap kritik Sumitro menjadi patut diperbincangkan dalam konteks publik.

Melalui tulisan ini saya menyampaikan kesedihan melihat kedua putra Tagulandang dan juga tokoh pemuda yang pantas diteladani itu sedang beradu argumen yang kurang berbobot, sekaligus sedih menikmati tulisan wartawan yang tendesius dan tidak mencerminkan subtansi sebuah berita. Bagi saya Elians baru saja kehilangan wibawanya selaku wakil rakyat dari ranah publik. Media publik adalah sarana bagi rakyat untuk menyuarakan aspirasinya baik itu bersifat pribadi maupun massal. Dengan demikian tidak kutemukan satupun kesalahan dalam pendapat Sumitro yang telah disampaikannya melalui berbagai media. Barangkali yang dimaksud Elians dengan tidak proporsional adalah menyangkut mekanisme formal yang harus ditempuh oleh Sumitro dalam mengapresiasi kinerja parlemen, sehingga dirinya menilai Sumitro telah salah menyampaikan kritikan. Bukankah dahulu juga, Elians sering melakukan hal yang serupa dengan Sumitro bilamana menyampaikan gagasan kritisnya terhadap akselerasi pembangunan dan peran ataupun kinerja lembaga daerah dalam menjalankan fungsinya agar tetap fungsional?

Di sisi lain, wartawan yang menulis beritanya masih belum profesional karena hanya mempertontonkan kebobrokan emosi pejabat daerah secara terang-terangan. Pelajaran yang penting disimak dari adu argumen ini adalah bagaimana masyarakat pembaca dapat memilah persoalan pribadi, persoalan teknis dari banyak hal yang menjadi substansi pentingnya sebuah berita diseleksi. Tidak ada muatan yang positif dapat dipetik dari substansi berita itu, justru sebaliknya akan mendorong perselisihan antara Sumitro dan Elians menjadi lebih tajam.

Semoga kedua saudaraku yang sama-sama kritis itu tidak terjebak dalam permainan wartawan yang bisa berdampak konflik terbuka itu.

Tidak ada komentar: